A. Granul
Granul adalah kumpulan serbuk dengan volume lebih besar yang saling melekat satu sama lain (Syamsuni, 2006) . Granulasi adalah proses dimana perbesaran ukuran dimana partikel-partikel berkumpul menjadi lebih besar. Agregat permanen membentuk kesatuan yang mengalir bebas yang serupa dengan pasir kering (Lachman, 1994).
Tujuan menggranulasi serbuk yaitu memperbaiki sifat aliran yang bebas seperti pasir kering (Lachman, 1994), ruang udara dalam bentuk granul jumlahnya lebih kecil jika kurang dalam volume yang sama maka banyaknya udara tablet akan mudah pecah, agar pada saat dicetak tidak mudah melekat pada stempel (punch) dan mudah lepas dari matriks (die) (Syamsuni, 2006).
Sifat-sifat granul yang baik yaitu :
a. Bentuk dan warna sedapat mungkin teratur/homogen
b. Menunjukkan kekompakan mekanis yang memuaskan
c. Tidak terlampau kering (kelembapan 3-5%)
d. Memiliki distribusi ukuran yang rapat dan mengandung bagian berbentuk serbuk (Voight, 1995) Alasan menggranulasi serbuk yaitu :
a. Apabila serbuk langsung di campur dan dicetak menjadi tablet maka akan langsung hancur dan akan mudah pecah (Syamsuni, 2006)
b. Serbuk tidak memiliki karakteristik ikatan untuk menjadi satu kesatuan yang padat dan serbuk tidak memiliki sifat pelumas dan penghancur untuk yang diperlukan untuk tablet (Lachman, 1994).
B. Tablet
B. Tablet
Tablet adalah bentuk sediaan padat umumnya dibuat dengan bantuan bahan tambahan yang cocok (Ansel, 2014).
Tablet dapat didefenisikan sebagai sediaan padat/ solid yang mengandung satu atau lebih bahan aktif dengan atau tanpa bahan eksipient (yang meningkatkan mutu sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesivitas, kecepatan disintegrasi dan sifat antilekat (Siregar, 2010).
Keuntungan sediaan tablet menurut Siregar (2010) yaitu :
a. Rasa obat yang pahit atau memuakkan atau tidak menyenangkan dapat dibuat agar dapat dterima dan bahkan enak dengan menutup keseluruhan tablet atau granul tablet dengan suatu salut pelindung yang cocok
b. Kemudaan pemberian dosis yang akurat
c. Tablet tidak mengandung alkohol
d. Kandungan tablet dapat segera disesuaikan dalam berbagai dosis zat
e. Stabilitas yang memadai, ekonomis dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, mudah diberikan, mudah dibawa.
Kekurangan sediaan tablet menurut Siregar (2010) yaitu :
a. Beberapa zat aktif menahan atau menolak pengempaan menjadi kompak padat karena sifat amorf
b. Zat aktif dengan pembasahan yang buruk , sifat disolusi yang rendah, tingkat dosis yang besar atau kombinasi sifat-sifat tersebut mungkin sulit atau tidak mungkin diformulasi
c. Kenyamanan dikaitkan dengan pengunaan tablet karena sediaan tablet memang merupakan bentuk sediaan obat yang sangat praktis dan efisien.
Metode Pembuatan Tablet menurut Ansel, 2005) yaitu :
a. Granulasi basah
Zat berkhasiat, zat pengisi dan zat penghancur dicampur baik-baik lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu ditambah bahan pewarna setelah itu diayak menjadi granul, dan dikeringkan dalam lemari pengering. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet.
b. Granlasi kering
Zat berkhasiat, zat pengisi, zat penghancur bila perlu zat pengikat dan zat pelicin dicampur dan dibuat dengan cara kempa cetak menjadi tablet yang besar (slugging), setelah itu tablet yang terjadi dipecah menjadi granul lalu diayak, akhirnya dikempa cetak menjadi tablet yang dikehendaki.
c. Kempa langsung
Semua zat aktif dan zat tambahan dicampur kemudian dikempa cetak dengan mesin tablet .
C. Suppositoria
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh (FI edisi III, 1979)
Suppositoria adalah sediaan padat melunak, melumer dan larut pada suhu tubuh digunakan dengan cara menyispkan kedalam rectum berbentuk sesuai dengan maksud penggunaannya umumnya berbentuk torpedo (Fornas, 1978).
Keuntungan suppositoria menurut Syamsuni (2012) yaitu:
- Dapat menghindari iritasi pada lambung
- Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung
- Obat dapat masuk langsung kedalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral
- Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar
Kerugian suppositoria menurut Aisyah (2012) yaitu :
- Daerah absorbsinya lebih kecil
- Absorbsi hanya melalui difusi pasif
- Pemakaian kurang praktis
- Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang rusak oleh pH rectum.
Metode pembuatan suppositoria menurut Ansel (2014) yaitu :
a. Pembuatan dengan pencetakan
Langkah dalam pencetakan meliputi melelehkan basis, mencampurkan bahan aktif yang diperlukan, memasukan lelehan kedalam cetakan, membiarkan lelehan mendingin dan memadat menjadi suppositoria dan melepaskan suppositoria yang terbentuk dari cetakan.
b. Pembuatan dengan kompressi
Supositoria dapat dibuat dengan menekan campuran basis dan bahan obat yang di dalam cetakan khusus menggunakan mesin pembuat suppositoria. Dalam pembuatan sediaan untuk kompresi dalam cetakan, basis dan bahan lainnya dalam formulasi disatukan dengan cara diaduk, gesekan selama proses tersebut menyebabkan basis melunak menjadi massa dengan konsistensi seperti pasta.
c. Pembuatan dan pembentukan suppositoria dengan tangan
Dengan tersedianya cetakan suppositoria yang dapat menghasilkan berbagai bentuk dan ukuran, pembuatan suppositoria dengan tangan untuk farmasis ini hanya sedikit dibutuhkan. Penggilingan dan pembentukan dengan tangan merupakan bagian bersejarah dalam seni meracik obat.
D. Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetsan kecil (FI edisi IV, 1995). Emulsi adalah suatu sistem dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair terdistribusi keseluruh pembawa yang tidak tercampur (Ansel, 1989). Dalam batasan emulsi, fase terdispersi sebagai fase dalam dan medium dispersinya sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi M/A dan sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air dalam minyak atau A/M (Lachman, 1994)
Umumnya zat aktif permukaan itu mempunyai harga HLB yang ditetapkan 3 sampai 6 yang menghasilkan emulsi air dalam minyak sedangkan zat-zat yag mempunyai harga HLB antara 8 smapai 18 menghasilkan emulsi minyak dalam air. Dalam suatu sistem HLB harga HLB juga ditetapkan untuk minyak-minyak dari zat-zat yang seperti minyak. Dengan menggunakan dasar HLB dalam penyimpanan suatu emulsi dapat dipilih emulsi zat pengemulsi yang mempunyai harga HLB sama atau hampir sama sebagai fase minyak dari emulsi yang dimaksud (Ansel, 1989).
Bahan-bahan yang perlu ditambahkan dalam pembuatan emulsi yaitu emulgator , surfaktan, pengental, pengawet dan zat tambahan lainya.
E. Infus
Menurut Farmakope Indonesia edisi III (1979) infus intravenous adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung kedalam vena dengan volume relatif banyak kecuali dinyatakan lain infus intravenous tidak diperbolehkan mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (1995) infus adalah sediaan parenteral volume besar merupakan sediaan cair steril yang mengandung obat yang dikemas dalam wadah 100 mL atau lebih ditujukan untuk manusia. Infus adalah larutan injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah lebih dari 100 mL.
Dalam pembuatan infus atau cairan intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal atau wadah plastik atau gelas , steril, bebas pirogen, serta bebas partikel-partikel lain. Oleh karena volume yang lebih besar , pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena biasanya mengandung zat amino, dekstrosa, elektrolit dan vitamin. Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah isotonis untuk menetralisir trauma pada pembuluh darah. Namun cairan hipotonis maupun hipertonis dapat digunakan untuk meminimalisir pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat (Anief,2006)
Keuntungan pemberian secara intravena menurut Ansel (1989) yaitu :
a. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat seperti pada keadaan gawat
b. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral
c. Penyerapan dan absorbsi dapat diatur
F. Serbuk
Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang diserbukkan karena mempunyai permukaan yang luas, serbuk lebhi mudah terdispersi dan lebih larut daripada bentuk sediaan yang dipadatkan (FI edisi III, 1979).
Serbuk bagi adalah serbuk yang dibagi dalam bobot kurang lebih sama,dibungkus mengunakan bahan pengemas dan cocok untuk sekali minum. Untuk serbuk bagi yang mengandung bahan yang mudah meleleh atau atsiri harus dibungkus dengan kertas perkamen atau kertas yang mengandung lilin kemudian dilapisi lagi dengan kertas logam (FI edisi IV, 1995)
Serbuk harus dibagi tanpa penimbangan untuk memahami pembagian yang sama maka pembagian dilakukan paling banyak 20 bungkus. Apabila lebih dari 20 bungkus maka serbuk dibagi dalam beberapa bagian. Dengan cara penimbangan dan tiap bagian dibagi paling banyak menjadi 20 bungkus (FI edisi III,1979)
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat serbuk yaitu :
a. Obat yang berbentuk kristal/bongkahan besar hendaknya digerus halus dulu
b. Obat yang berkhasiat keras dan jumlahnya sedikit dicampur dengan zat penambah (konstituen) dalam mortir
c. Obat yang berlainan warna diaduk bersamaan agar tampak bahwa serbuk sudah homogen
d. Obat yang jumlahnya sedikit dimasukkan terlebih dahulu
e. Obat yang volumenya kecil dimasukkan terlebih dahulu (Anief, 1987)
Kelebihan sediaan serbuk yaitu :
a. Dokter lebih leluasa dalam memilih dosis yang sesuai dengan keadaan si penderita
b. Lebih stabil terutama untuk obat yang rusak oleh air
c. Penyerapan lebih cepat dan sempurna dibanding sediaan padat lainnya
d. Cocok digunakan untuk anak-anak dan dewasa yang sukar menelan kapsul atau tablet
e. Obat yang terlalu besar volumenya untuk dibuat tablet atau kapsul dapat dibuat dalam bentuk serbuk (Anief, 1987)
Kekurangan serbuk yaitu :
a. Tidak tertutupnya rasa tidak enak seperti rasa pahit, sepat, lengket dilidah
b. Pada penyimpanan menjadi lembab (Anief, 1987)
G. Kapsul
Menurut Dirjen POM (1979) kapsul adalah sediaan obat terbungkus cangkang kapsul, keras atau lunak. Sedangkan menurut Ansel (2005.) Kapsul dapat didefenisikan sebagai sediaan padat dimana satu macam obat atau lebih dan/ atau bahan inert lainnya yang dimasukkan kedalam cangkang atau wadah kecil yang dapat larut dalam air.
Keuntungan kapsul menurut Syamsuni (2006) yaitu :
a. Bentuknya menarik dan praktis
b. Cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang berasa dan berbau tidak enak.
c. Mudah ditelan dan cepat hancur atau larut dalam lambung sehingga obat cepat diabsorpsi
d. Dokter dapat mengkombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pasien
e. Kapsul dapat diisi degan cepat karena tidak memerlukan bahan zat tambahan atau penolong seperti pada pembuata pil maupun tablet
Kerugian kapsul menurut Syamsuni (2006) yaitu :
a. Tidak dapat untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori kapsul tidak dapat menahan penguapan
b. Tidak dapat untuk zat-zat yang higroskopis (menyerap lembab)
c. Tidak dapat untuk zat- zat yang dapat bereaksi dengan cangkang kapsul
d. Tidak dapat diberikan untuk balita
e. Tidak dapat dibagi-bagi
H. Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut dan terdispersi homogen kedalam dasar salep yang cocok (FI edisi III, 1979) Salep adalah sediaan setengah padat yang ditujukan untuk pemakaian kulit topikal atau selaput lendir. Setiap salep boleh berbau tengik kecuali dinyatakan lain, kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras narkotika adalah 10% (FI edisi IV, 1995).
Kualitas dasar salep yaitu stabil, lunak, mudah dipakai, dasar salep yang cocok dan terdispersi merata (Syamsuni, 2006)
Komposisi dasar salep yaitu :
- Dasar salep hidrokarbon yaitu vaselin putih atau vaselin kuning, campuran vaselin yaitu malam putih dan malam kuning, paraffin cair atau parafin padat, minyak tumbuh-tumbuhan dan jelene
- Dasar salep serap yaitu adeps lanae, unguentum simpleks, hidrofilic petrolatum
- Dasar salep yang dapat dicuci dengan air yaitu dasar salep emulsi tipe M/A seperti vanishing cream, emulsifying quitment B. P
- Dasar salep yang dapat larut dengan air yaitu PGA atau campuran PEG (Anief, 2006)
I. Vial
Menurut Farmakope Indonesia edisi III (1979) injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bila diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah kapiler.
Berdasarkan Voight (1995) menyatakan bahwa botol injeksi vial ditutup sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. Injeks intravena memberikan beberapa keuntungan yaitu efek terapi lebih cepat, dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan, cocok untuk keadaan darurat dan untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.
Syarat-syarat injeksi vial yaitu :
a. Steril, yaitu sediaan harus bebas dari mikroorganisme yang bersifat patogen yang dapat mengurangi khasiat sediaan vial
b. Bebas bahan partikulat, yaitu bebas dari bahan asing atau bahan yang tidak larut agar tidak terjadi penyumbatan pada pembuluh darah pada saat digunakan
c. Mengandung zat pengawet, sediaan vial memungkinkan pengambilan secara berulang. Untuk itu harus digunaakan bahan pengawet untuk mempertahankan khsasiat zat aktif
d. Stabil, tidak berubah khasiat obat setelah pengambilan obat secara berulang kali dan tidak berubah bentuk atau pH dari sediaan vial
e. Harus isotonis, sediaan vial merupakan sedian parenteral. Untuk itu sediaan vial harus isotonis atau sesuia dengan pH darah agar tidak terjadi hipertonis (penyempitan pembuluh darah) atau hipotonis (pelebaran pembuluh darah) yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah (FI edisi IV, 1995)
J.Ampul
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menjadi steril. Sanitasi adalah suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat (Syamsuni, 2007).
Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik injeksi, tablet implant, tablet hipodermik, dan sediaan untuk mata seperti tetes mata, cuci mata dan salep mata (Syamsuni, 2007).
Keuntungan sediaan injeksi menurut Syamsuni (2007) yaitu:
a. Bekerja cepat
b. Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung, merangsang jika masuk ke cairan lambung atau tidak diabsorpsi baik oleh cairan lambung
c. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin
Kerugian sediaan injeksi menurut Syamsuni (2007) yaitu :
a. Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan
b. Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus
c. Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan per oral . Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat dari gelas, yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar ukuran normalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20, kadang-kadang juga 25 atau 30 mL. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena itu total jumlah cairannya ditentukan pemakaiannya untuk satu kali injeksi (Voight, 1995).
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2006. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press; Yogyakarta.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI; Jakarta.
Anonim. 1978. Formularim Nasional. Departemen Kesehatan RI; Jakarta
Ansel, Howard, C. 1989. Pengantar Sediaan Farmasi. UI; Jakarta.
Ansel, Howard, C. 2004. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. UI Press; Jakarta.
Ansel, Howard, C, dkk. 2014. Bentuk Sediaan Farmasetis dan Sistem Penghantaran Obat. Buku Kedokteran EGC; Jakarta.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI; Jakarta.
Fatmawaty, Aisyah. 2012. Teknologi Sediaan Farmasi. STIFA-AKFAR; Makassar.
Lachman, Leon, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. UI; Jakarta.
Siregar, Charles. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Buku Kedokteran EGC; Jakarta
Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Buku Kedokteran EGC; Jakarta.
Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi . Gadjah Mada University Press; Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar